Isu pembatalan Peraturan Daerah (Perda) mengenai pelarangan minuman keras yang dianggap oleh Kementerian Dalam Negeri bertentangan dengan Peraturan Presiden No 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol telah memicu persoalan dan polemik di masyarakat.

Mengutip dari laman kemdagri.go.id, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan semua daerah perlu memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur pelarangan minuman keras/beralkohol (miras). “Mengingat peredaran minuman keras sudah membahayakan masyarakat dan generasi muda khususnya,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo di Semarang, Sabtu (21/5). Menurut dia, perda yang kaitannya tentang pelarangan miras justru harus diberlakukan. Ia justru meminta daerah konsisten dalam menerapkan aturan tersebut. Namun di tempat lain Mendagri menegaskan, pasal-pasal tertentu atau seluruh isi Perda dapat dibatalkan bila bertentangan dengan Perpres itu. Prinsipnya, dia menjelaskan, daerah dapat mengatur produksi dan distribusi atau peredaran minuman beralkohol, tetapi harus sesuai Perpres.

Menanggapi hal itu pengamat sosial M. Fuad Nasar, memandang polemik soal Perda Pelarangan Minuman Keras memberi dampak yang merugikan kepentingan masyarakat. Pemerintah Daerah akan berpikir ulang kalau ingin membuat Perda yang melarang produksi dan peredaran minuman keras di wilayahnya. Padahal minuman keras adalah pemicu terjadinya berbagai perbuatan kriminal, termasuk pemicu kasus kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan yang eskalasinya meningkat luar biasa belakangan ini.

“Kami berharap pemerintah pusat segera meng-clear-kan masalah tersebut, supaya terang dan ada kepastian. Jangan membiarkan masyarakat dan media ribut dengan isu pencabutan Perda Miras. Masih banyak persoalan bangsa yang memerlukan perhatian dewasa ini.” imbuhnya.

Fuad Nasar yang juga konsultan The Fatwa Center  mengatakan, “Sebuah blunder andaikata Perda Pelarangan Minuman Keras dicabut atau dibatalkan oleh Mendagri. Membebaskan atau melegalkan minuman beralkohol lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Minuman keras adalah racun yang merusak masyarakat dan generasi muda.”

Menurut aktivis zakat itu, pencabutan Perda Pelarangan Minuman Keras pasti akan ditentang oleh banyak pihak karena tidak konsisten dengan program ketahanan keluarga dan keinginan pemerintah untuk memperberat hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual yang justru biangnya terutama adalah minuman keras.

Fuad Nasar berharap regulasi dan penegakan hukum terkait pelarangan minuman beralkohol perlu dipertegas, bukan digulirkan menjadi polemik. “Kami mendorong agar DPR dan pemerintah membuat undang-undang yang mengatur larangan produksi minuman beralkohol di dalam negeri dan memperketat penjualan minuman beralkohol produk impor. Salah satu agenda prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015-2019 antara lain menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Dalam kenyataan, rasa aman sebagai warga negara kini terancam akibat bahaya minuman keras, narkoba dan pornografi yang sudah akut. Kita harus konsekuen sebagai umat Islam dan bangsa yang beragama. Membatasi dan melarang peredaran minuman beralkohol akan membawa dampak ekonomi, pariwisata dan penerimaan negara dari pajak. Tetapi prinsip yang diajarkan agama bahwa menolak kemudharatan harus didahulukan daripada mengambil kemanfaatan.” pungkasnya.***